Kamis, 08 Desember 2016

KEBIJAKAN PEMERINTAH YANG TIDAK SESUAI DENGAN PANCASILA (IMPOR DAGING SAPI)

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
            Pada bulan Ramadhan tahun 2016 kemarin, terdabat berita yang tidak asing di telinga masyarakat. Berita tersebut tidak lain adalah tentang kebijakan pemerintah mengenai daging sapi impor. Kebijakan ini dibuat oleh pemerintah lantaran untuk menekan harga daging sapi yang melonjak tidak terkendali. Namun pada kenyataannya kebijakan impor daging sapi tidak dapat menekan harga dafing sapi yang terus berada pada harga yang tergolong kategori mahal.
            Kebijakan impor daging sapi ini menuai banyak pro dan kontra. Ada yang setuju dan tidak setuju. Hal tersebut akan kami bahas dalam pembahasan di BAB II. Makalah ini kami buat agar kita dapat mengetahui apakah kebijakan ini sesuai dengan pasal-pasal yang terdapat dalam Pancasila.

I.2. Rumusan Masalah
1.        Bagaimana kebijakan daging sapi impor jika dipandang dari pasal-pasal yang terdapat dalam Pancasila?
2.        Mengapa kebijakan daging sapi impor tidak sesuai dengan Pancasila?

I.3. Tujuan
1.        Untuk meninjau kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan Pancasila.
2.        Untuk mengetahui pro dan kontra kebijakan pemerintah tentang daging sapi impor

3.        Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kebijakan daging sapi impor tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

BAB II
PEMBAHASAN

            Kebutuhan pangan asal ternak sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan, kesehatan dan kecerdasan anak usia dini sampai remaja. Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini pe-taan produk petemakan cenderung terus meningkat, seirama dengan, perkembangan ekonomi masyarakat, perbaikan tingkat pendidikan, serta perubahan gaya hidup sebagai akibat ms globalisasi dan urbanisasi. Peluang pasar yang sangat besar ini belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan oleh para pelaku di dalam negeri yang bergerak pada usaha sapi lokal. Hal ini diturjukkan oleh membanjirnya produk-produk impor baik bakalan sapi hidup maupun daging sapi dan produk derivatnya
            Memasuki bulan Ramadhan, kebutuhan daging sapi masyarakat semakin meningkat. Sehingga membuat harga daging sapi semakin melonjak. Berbagai usulan dimunculkan berbagai pihak untuk menstabilkan harga daging sapi, tetapi Presiden Joko Widodo meyakini harga daging sapi mulai stabil pada pekan kedua Ramadan setelah daging impor itu didistribusikan. Seiring dengan melonjaknya harga daging sapi, pemerintah mengambil kebijakan untuk mengimpor daging sapi agar menstabilkan stok dan harga dalam jangka pendek.
“Sejauh ini (yang mengimpor) BUMN, tapi kami membuka sekarang, swasta boleh mengimpor. Hingga 20.000 ton beberapa minggu ini, termasuk impor oleh swasta," kata Thomas selaku Menteri Perdagangan. Saat berada di Yogyakarta, pada hari Senin 23 Mei 2016, Presiden Joko Widodo menyatakan telah memerintahkan sejumlah menterinya agar berupaya menurunkan harga daging sapi menjelang Lebaran. Presiden Joko Widodo lantas mematok harga daging sapi harus turun hingga di bawah Rp80.0000 per kilogram sebelum Lebaran tiba. Ketika Presiden melontarkan pernyataan ini, harga daging sapi di sejumlah pasar domestik sudah ada yang mencapai Rp120.000 hingga Rp130.000 per kilogram. Kepada wartawan, pada hari Selasa 31 Mei 2016, Presiden Jokowi mengatakan daging sapi impor sedang dalam proses pengiriman. Presiden mengharapkan daging impor tersebut sudah tiba pada pekan pertama bulan Ramadhan.
Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) menilai upaya pemerintah untuk mengimpor 10.000 ton daging beku sudah tepat, namun untuk jangka pendek. Pasalnya, jika pemerintah hanya mengandalkan Bulog dalam jangka panjang sebagai importir sapi dan sapi bakalan, dengan mereduksi peran importir swasta, maka itu akan merusak investasi dalam negeri.
Direktur Eksekutif Apfindo Johny Liano mengatakan, sumber pasokan daging sapi dalam negeri mengandalkan 3 sumber. Yakni sapi lokal, sapi bakalan impor, dan daging sapi impor siap potong. “Saat ini sudah ada 35 importir yang berasal dari anggota Apfindo. Bahkan, diantara perusahaan importir itu sudah ada yang berumur 20 tahun. Jadi, sekarang investasi sudah ada, ini harusnya dijaga oleh pemerintah untuk dikembangkan,” kata Johny selaku Direktur Eksekutif Apfindo, di Jakarta, Rabu 9 September 2015.
Sementara itu, menurut para importir daging beku swasta, keputusan pemerintah yang berencana menugaskan Bulog untuk mengimpor hingga 10.000 ton daging sapi beku, dianggap sebagai langkah yang keliru. Dikatakan Thomas Sembiring, Ketua Ketua Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (APIDI), daging sapi beku hanya bisa diimpor untuk keperluan horeka atau hotel, restoran, dan katering. Selain itu, daging beku tidak bisa dijual bebas ke pasar umum seperti rencana Bulog untuk operasi pasar.
Bahkan, ditegaskan oleh Menteri Perdagangan, Thomas, rencana pemerintah terhadap Bulog justru melanggar aturan, seperti yang tertera dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 139 tahun 2014 tentang pemasukan karkas daging, dan/atau olahannya ke dalam wilayah Indonesia. Karena itu, tak heran jika Thomas menilai, alasan pemerintah mengambil langkah penugasan Bulog mengimpor daging sapi beku bukan untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Daging sapi beku eks impor yang dijual dengan harga murah diyakini mampu menurunkan harga daging secara nasional. Namun demikian, masyarakat masih memilih membeli daging sapi segar meski harganya lebih tinggi. Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya, Sarman Simanjorang, mengakui bahwasanya daging sapi beku belum populer dimasyarakat, padahal kualitasnya sama. Bahkan daging sapi beku impor memiliki kelebihan dari sisi higienis, ketimbang daging segar yang dijual di pasar tradisional.
Sarman pernah meninjau secara langsung proses pemotongan daging sapi di Australia yang secara kualitas maupun kuantitas lebih unggul dibandingkan proses yang dilakukan di Indonesia. Menurut Sarman, ketidakpopuleran daging sapi beku di Indonesia disebabkan oleh faktor budaya saja. Oleh sebab itu ia mengimbau masyarakat agar tidak ragu membeli dan mengonsumsi daging beku yang dijual dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan daging sapi segar.
Namun demikian, Sarman menekankan kepada Pemerintah agar tidak menjual daging sapi beku impor di pasar tradisional. Alasannya, kelangsungan usaha para pedagang daging sapi segar akan terganggu, karena jelas ada perbedaan harga antara daging sapi beku dengan daging sapi segar. Menanggapi daging sapi beku impor yang harganya murah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati memastikan bahwa hal itu akan menimbulkan kerugian di kalangan peternak dan pedagang tradisional. Yang diuntungkan hanyalah para pengusaha yang memiliki akses impor daging sapi.
Menurut Enny, lebih dari enam juta peternak dengan lebih dari 15 juta sapi akan menanggung potensi kerugian mencapai Rp70 triliun. Dasar perhitungannya, jika ingin harga daging sapi lokal Rp80 ribu per kg, maka harga sapi hidup yang saat ini Rp45 ribu per kilogram bobot hidup harus turun menjadi Rp30 ribu. Enny juga menyebut keinginan pemerintah menurunkan harga daging sapi menimbulkan kejanggalan dan spekulasi. Seharusnya kebijakan harga berdasarkan biaya produksi daging sapi lokal, bukan pada impor daging beku yang belum jelas kualitasnya.
Tetapi, samai minggu kedua bulan Ramadhan, harga daging sapi tidak juga turun sesuai dengan yang diharapkan, yaitu Rp 80.000,00. Hal ini dikarenakan terdapat permainan dari pihak distributor. Tetapi, seorang Pengamat politik ekonomi, Ichsanuddin Noorsy menilai harga daging sapi Rp 80 ribu per kilogram landasannya adalah impor daging, bukan kepada produksi daging dalam negeri. Kalau landasannya adalah produksi daging dalam negeri, ujarnya, itu juga tidak realistis. Sebab bahan pakan ternak seluruhnya impor dan itu harus dibayar dengan dolar. Sementara produksi daging sapi, sekitar 70 persen biayanya adalah soal pakan. “Patokan harga daging sapi itu dasarnya impor. Jadi itu bukan putusan struktural yang berbasiskan produk daging sapi dalam negeri, tapi mengulangi kesalahan terus-menerus,” kata Noorsy, dalam Dialektika Demokrasi “Monopoli dan Stabilitas Harga Jelang Ramadan” di Pressrom DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 2 Juni 2016. Dengan kata lain, tidak dapat turunnya harga daging tersebut dikarenkan salah satunya yaitu karena pemerintah yang terlalu mengikuti kemauan para importir atau distributor. Seperti kata Ichsanuddin Noorsy, “Patokan harga daging sapi itu dasarnya impor. Jadi itu bukan putusan struktural yang berbasiskan produk daging sapi dalam negeri, tapi mengulangi kesalahan terus-menerus,” kata Noorsy, dalam Dialektika Demokrasi “Monopoli dan Stabilitas Harga Jelang Ramadan”.
       Menurut sudut pandang kami mengenai permasalahan ini kami sangat kurang setuju dengan kebijakan pemerintah yang terlalu tergesa-gesa dengan mengimpor daging. Tujuan pemerintah untuk menekan harga daging sangat benar tetapi pemerintah kurang memahami keadaan pasar sebenarnya dimana banyak terjadi permainan didalam harga, maupun didalam sistem di bulog daging yang hanya ingin memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, pemerintah seharusnya langsung terjun ke lapangan dahulu untuk studi kasus mengenai permainan pasar ini dan menegur para mafia-mafia daging yang ada di lapangan. Selain itu, pemerintah juga kurang menimbang dampak dari mengimpor daging sapi ke Indonesia. Hal tersebut akan dapat membuat para peternak kehilangan harga sapi hidup mereka. Kenapa? Karena dengan datangnya daging impor akan menekan harga daging sapi di peternak. Tetapi, di pasaran harganya tidak kunjung turun. Hal inilah yang seharusnya di usut oleh pemerintah dan bukannya terburu-buru mengabil keputusan untuk mengimpor daging dari luar negeri.
        Keputusan pemerintah untuk mengimpor daging sangat menguntungkan bagi para konsumen saja sedangkan para penjual-penjual yang menjual merugi akibat harga yang terjun jauh dibawah harga sebenarnya tidak hanya itu saja para peternak sapi-peternak sapi lokal juga sama lebih meruginya dengan tidak lakunya sapi-sapi ternakkannya sehingga berkurangnya pendapatan dari si peternak tersebut. Hal ini akan menjadi sangat tidak adil bagi para peternak sapi yang harus mendapat pendapatan yang lebih kecil dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila yaitu sila ke lima yang berbunyi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
1.        Kebijakan pemerintah tentang daging sapi impor tidak dapat menekan harga daging sapi yang tinggi.
2.        Kebijakan peerintah tentang daging sapi impor tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila.
3.        Faktor yang menyebabkan daging sapi tidak dapat turun yaitu karena banyak distributor yang bermain curang.

III.2. Saran
1.        Daripada mengimpor daging sapi, sebaiknya pemerintah mengatasi para distributor yang bermain curang.
2.        Seharusnya pemerintah memberi bantuan kepada para peternak agar dapar mengembangkan peternakannya. Sehingga, hasil ternak mereka mencukupi kebutuhan masyarakat dan menekan harga daging sapi.
 DAFTAR PUSTAKA

Affan, Heyder. 2016. “Memasuki Ramadan, harga daging sapi 'masih bergejolak'“ (http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/06/160605_indonesia_hargapangan_ramadan).
Anonim. 2016. “Aneh, Birokrat Ikut Permainan Importir Daging” (http://www.jpnn.com/read/2016/06/02/425001/Aneh-Birokrat-Ikut-Permainan-Importir-Daging-Sapi)
Ariyanti, Fiki. 2016. “Menkeu: Penyelundupan Impor Daging Sapi ke RI Naik 10 Kali Lipat”(http://bisnis.liputan6.com/read/2543589/menkeu-penyelundupan-impor-daging-sapi-ke-ri-naik-10-kali-lipat).
Kurniawan, Yudi. 2015. “Pro dan Kontra Pemerintah Impor Daging Sapi Beku” (http://citraindonesia.com/pro-dan-kontra-pemerintah-impor-daging-beku/)



Irsyad Andi Wardana

Author & Editor

Sedang menempuh S1 Teknik Kimia di Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur.

0 komentar:

Posting Komentar

Manual Categories